Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik, Penginaanan dan Unsur-unsurnya
Tindak Pidana adalah
suatu perbuatan yang bila dilanggar maka pelakunya akan mendapatkan sanksi yang
jelas dan sesuai dengan KUHP.
Dari jenis tindak pidana dalam KUHP terdapat
jenis tindak pidana yang hanya dapat dilakukan penuntutan apabila ada pengaduan
dari pihak yang dirugikan, hal ini diatur dalam Bab VII KUHP tentang mengajukan
dan menarik kembali pengaduan dalam hal kejahatan-kejahatan yang hanya dituntut
atas pengaduan. Salah satu tindak pidana aduan adalah tindak pidana pencemaran
nama baik.
1.
Pengertian
Pencemaran Nama Baik
Ukuran suatu perbuatan
dapat dikategorikan sebagai pencemaran nama baik orang lain masih belum jelas
karena banyak faktor yang harus dikaji. Dalam hal pencemaran nama baik atau
penghinaan yang hendak dilindungi adalah kewajiban setiap orang untuk menghormati
orang lain dari sudut kehormatannya dan nama baiknya dimata orang lain.
Adanya hubungan antara
kehormatan dan nama baik dalam hal pencemaran nama baik tersebut, maka dapat
dilihat dahulu pengertiannya masing-masing. Kehormatan adalah perasaan
terhormat seseorang dimata masyarakat, dimana setiap orang memiliki hak untuk
diperlakukan sebagai anggota masyarakat yang terhormat. Menyerang kehormatan
berarti melakukan perbuatan menurut penilaian secara umum menyerang kehormatan
seseorang. Rasa hormat dan perbuatan yang termasuk kategori menyerang
kehormatan seseorang ditentukan menurut lingkungan masyarakat pada tempat
perbuatan tersebut dilakukan.[1]
Rasa kehormatan ini harus diobjektifkan
sedemikian rupa dan harus ditinjau dengan suatu perbuatan tertentu, seseorang
pada umumnya akan merasa tersinggung atau tidak. Dapat dikatakan pula bahwa
seorang anak yang masih sangat muda belum dapat merasakan tersinggung ini, dan
bahwa seorang yang sangat gila tidak dapat merasa tersinggung itu. Maka, tidak
ada tindak pidana penghinaan terhadap kedua jenis orang tadi.[2]
Nama baik adalah
penilaian baik menurut anggapan umum tentang perilaku atau kepribadian
seseorang dari sudut moralnya. Nama baik seseorang selalu dilihat dari sudut
orang lain, yakni moral atau kepribadian yang baik, sehingga ukurannya
ditentukan berdasarkan penilaian secara umum dalam suatu masyarakat tertentu di
tempat mana perbuatan tersebut dilakukan dan konteks perbuatannya.[3]
Pencemaran nama baik
dikenal juga istilah penghinaan, yang pada dasarnya adalah menyerang nama baik
dan kehormatan seseorang yang bukan dalam arti seksual sehingga orang itu
merasa dirugikan. Kehormatan dan nama baik memiliki pengertian yang berbeda,
tetapi keduanya tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain, karena menyerang
kehormatan akan berakibat kehormatan dan nama baiknya tercemar, demikian juga
menyerang nama baik akan berakibat nama baik dan kehormatan seseorang dapat
tercemar. Oleh sebab itu, menyerang salah satu diantara kehormatan atau nama
baik sudah cukup dijadikan alasan untuk menuduh seseorang telah melakukan
penghinaan.[4]
Oemar
Seno Adji mendefinisikan pencemaran nama baik
sebagai menyerang kehormatan atau nama baik (aanranding of geode naam).[5]
Salah satu bentuk pencemaran nama baik adalah “…, pencemaran nama baik secara
tertulis dan dilakukan dengan menuduhkan sesuatu hal,…”. [6]
2.
Bentuk
Pencemaran Nama Baik
Pencemaran nama baik
terlihat dari 2 macam, yaitu pencemaran nama baik secara lisan, dan pencemaran
nama baik secara tertulis. Dalam bukunya, Oemar
Seno Adji menyatakan pencemaran nama baik dikenal dengan istilah
penghinaan, dimana dibagi menjadi sebagai berikut :[7]
a.
Penghinaan
materiil
Penghinaan yang terdiri dari suatu
kenyataan yang meliputi pernyataan yang objektif dalam kata-kata secara lisan
maupun secara tertulis, maka yang menjadi faktor menentukan adalah isi dari
pernyataan baik yang digunakan secara tertulis maupun lisan. Masih ada
kemungkinan untuk membuktikan bahwa tuduhan tersebut dilakukan demi kepentingan
umum.
b.
Penghinaan
formil
Dalam hal ini tidak dikemukakan apa isi
dari penghinaan, melainkan bagaimana pernyataan yang bersangkutan itu
dikeluarkan. Bentuk dan caranya yang merupakan faktor menentukan. Pada umumnya
cara menyatakan adalah dengan cara-cara kasar dan tidak objektif. Kemungkinan
untuk membuktikan kebenaran dari tuduhan tidak ada dan dapat dikatakan bahwa
kemungkinan tersebut adalah ditutup.
Hukum pidana mengatur
penghinaan dalam KUHP pada BAB XVI, Pasal 310 KUHP sampai dengan Pasal 321 KUHP,
penghinaan dalam bab ini meliputi enam macam penghinaan yaitu:
1) Pasal
310 ayat (1) KUHP mengenai pencemaran;
Barangsiapa sengaja menyerang kehormatan
atau nama baik seorang, dengan menuduh suatu hal, yang dimaksudnya terang
supaya hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran, dengan pidana penjara
paling lama Sembilan bulan atau denda paling banyak tiga ratus rupiah.
Banyak pakar yang
menggunakan istilah “menista”. Perkataan “menista” berasal dari kata “nista”.
Sebagian pakar menggunakan kata “celaan”. Perbedaan istilah tersebut disebabkan
penggunaan kata-kata dalam menerjemahkan kata “smaad” dari Bahasa Belanda. Kata “nista” dan kata “celaan”
merupakan kata sinonim.[8]
Unsur-unsur Pasal 310 ayat (1) KUHP, dibagi dua yaitu unsur objektif dan unsur
subjektif.
Unsur-Unsur Objektif:
a) Barangsiapa;
b) Menyerang
kehormatan atau nama baik ”seseorang”;
c) Dengan
menuduhkan suatu hal.
Unsur Subjektif:
a) Dengan
maksud yang nyata (kenlijk doel) supaya tuduhan itu
diketahui umum (ruchtbaarheid te geven);
b) Dengan
sengaja (opzettelijk);
2) Pasal
310 ayat (2) KUHP mengenai pencemaran tertulis;
Jika hal itu dilakukan dengan tulisan
atau gambaran yang disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan di muka umum,
maka yang bersalah, karena pencemaran tertulis, diancam pidana penjara paling
lama satu tahun empat bulan atau denda paling banyak tiga ratus rupiah.
Istilah “menista secara
tertulis” oleh beberapa pakar dipergunakan istilah “menista dengan tulisan”.
Perbedaan tersebut disebabkan pilihan kata-kata untuk menerjemahkan yakni kata smaadschrift yang dapat diterjemahkan
dengan kata-kata yang bersamaan atau hampir bersamaan.[9]
Berdasarkan
rumusan diatas maka menista dan menista dengan tulisan mempunyai unsur-unsur
yang sama, bedanya adalah bahwa menista dengan tulisan dilakukan dengan tulisan
atau gambar sedangkan unsur-unsur lainnya tidak berbeda. Unsur-unsur tersebut
yaitu:
a) Barangsiapa;
b) Dengan
sengaja;
c) Menyerang
kehormatan atau nama baik ”seseorang”;
d) Dengan
tulisan atau gambar yang disiarkan;
e) Dipertunjukkan
pada umum atau ditempelkan.
3) Pasal
311 ayat (1) KUHP mengenai memfitnah;
Jika yang melakukan kejahatan pencemaran
atau pencemaran tertulis, dalam hal diperbolehkan untuk membuktikan bahwa apa
yang dituduhkan itu benar, tidak membuktikannya dan tuduhan dilakukan
bertentangan dengan apa yang diketahui, maka dia diancam karena melakukan
fitnah, dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
Kata “fitnah”
sehari-hari umumnya diartikan sebagai yang dimuat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yakni:
“perkataan yang dimaksud menjelekkan
orang….”.
Dalam ilmu hukum
pidana, fitnah adalah menista atau menista dengan surat/tulisan tetapi yang
melakukan perbuatan itu, diizinkan membuktikannya dan ternyata, tidak dapat
membuktikannya.[10]
Menurut Pasal 313 KUHP, membuktikan kebenaran ini juga tidak diperbolehkan
apabila kepada si korban dituduhkan suatu tindak pidana yang hanya dapat
dituntut atas pengaduan, dan pengaduan ini in
concreto tidak ada.[11]
Tindak pidana yang
diatur dalam Pasal 311 ayat (1) KUHP tampaknya erat terkait dengan ketentuan
Pasal 310 KUHP. Sehingga dapat ditarik unsur-unsur kejahatan yang terkandung
yaitu:
a) Semua
unsur (objektif dan subjektif) dari :
i.
pencemaran [Pasal 310
ayat (1)]; atau
ii.
pencemaran tertulis
[Pasal 310 ayat (2)]
b) Si
pembuat dibolehkan untuk membuktikan apa yang dituduhkannya itu benar;
c) Tetapi
si pembuat tidak dapat membuktian kebenaran tuduhannya;
d) Apa
yang menjadi isi tuduhannya adalah bertentangan dengan yang diketahuinya.
4) Pasal
315 KUHP mengenai penghinaan ringan;
Tiap-tiap penghinaan dengan sengaja yang
tidak bersifat pencemaran atau pencemaran tertulis, yang dilakukan terhadap
seorang, baik dimuka umum dengan lisan atau tulisan, maupun di muka orang itu
sendiri dengan lisan atau perbuatan, atau dengan surat yang dikirimkan atau
diterimakan kepadanya, diancam karena penghinaan ringan, dengan pidana penjara
paling lama empat bulan dua minggu atau denda paling banyak tiga ratus rupiah.
Kata “penghinaan
ringan” diterjemahkan dari bahasa Belanda yaitu kata eenvoudige belediging; sebagian pakar menerjemahkan kata eenvoudige dengan kata “biasa”, sebagian
bakar lainnya menerjemahkan dengan kata “ringan”. Dalam Kamus Bahasa Belanda,
kata eenvoudige: sederhana,
bersahaja, ringan. Dengan demikian, tidak tepat jika dipergunakan kata
penghinaan biasa.[12]
Unsur-unsur Pasal 315
KUHP:
Unsur Objektif:
a. Setiap
penghinaan yang tidak bersifat pencemaran (dengan lisan) atau pencemaran
tertulis;
b. Yang
dilakukan terhadap seseorang dimuka umum dengan lisan atau tulisan, maupun dimuka
orang itu sendiri degan lisan atau perbuatan;
c. Dengan
surat yang dikirimkan atau diterimakan kepadanya
Unsur Subjektif: Dengan
sengaja.
5) Pasal
317 ayat (1) KUHP mengenai mengadu secara memfitnah;
Barangsiapa dengan sengaja mengajukan
pengaduan atau pemberitahuan palsu kepada penguasa, baik secara tertulis maupun
untuk dituliskan, tentang seseorang sehingga kehormatan atau nama baiknya
terserang, diancam karena melakukan pengaduan fitnah, dengan pidana penjara
paling lama empat tahun.
Maka unsur-unsur dalam Pasal
317 ayat (1) KUHP adalah:
Unsur Objektif:
a. Mengajukan
pengaduan atau pemberitahuan palsu kepada penguasa, baik secara tertulis maupun
untuk dituliskan;
b. Tentang
seseorang kepada penguasa;
c. Sehingga
kehormatan atau nama baiknya terserang.
Unsur Subjektif: Dengan
sengaja.
Penguasa dalam
pengertian semua instansi dan pejabat yang mempunyai wewenang hukum publik.
6) Pasal
318 ayat (1) KUHP mengenai tuduhan secara memfitnah.
Barangsiapa dengan sesuatu perbuatan
sengaja menimbulkan secara palsu persangkaan terhadap seseorang bahwa dia
melakukan sesuatu perbuatan pidana, diancam, karena menimbulkan persangkaan
palsu, dengan dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
Jadi unsur-unsur Pasal
318 ayat (1) KUHP adalah:
Unsur Objektif: Sesuatu
perbuatan sengaja menimbulkan secara palsu persangkaan terhadap seseorang bahwa
dia melakukan sesuatu perbuatan pidana.
Unsur Subjektif: Dengan
sengaja.
Perbuatan yang dilarang
adalah:
Dengan sengaja
melakukan perbuatan dengan maksud menuduh seseorang secara palsu, bahwa ia
telah melakukan perbuatan yang dapat dihukum (tindak pidana), tuduhan mana
ternyata palsu.[13]
Dalam kejahatan ini, terhadap seseorang yang tidak ada hubungannya dengan
seseuatu tindak pidana yang telah terjadi, dilakukan suatu perbuatan, hingga ia
dicurigai sebagai pelaku dari tindak pidana itu.
Semua penghinaan ini
hanya dapat dituntut apabila ada pengaduan dari orang atau korban, yang dikenal
dengan delik aduan, kecuali bila penghinaan ini dilakukan terhadap seseorang
pegawai negeri pada waktu sedang menjalankan tugasnya secara sah. Objek dari
penghinaan-penghinaan diatas haruslah manusia perorangan, maksudnya bukan
instansi pemerintah, pengurus suatu organisasi, segolongan penduduk, dan
sebagainya.[14]
Supaya dapat dihukum dengan pasal menista atau pencemaran nama baik, maka
penghinaan harus dilakukan dengan cara menuduh seseorang telah melakukan
perbuatan yang tertentu dengan maksud tuduhan itu akan diketahui oleh banyak
orang baik secara lisan maupun tertulis, atau kejahatan menista ini tidak perlu
dilakukan di muka umum, sudah cukup bila dapat dibuktikan bahwa terdakwa
bermaksud menyiarkan tuduhan itu.[15]
Menurut Pasal 310 ayat
(3) KUHP, perbuatan menista atau menista dengan tulisan tidak dihukum apabila
dilakukan untuk membela kepentingan umum atau terpaksa dilakukan untuk membela
diri. Patut atau tidaknya alasan pembelaan diri atau kepentingan umum terletak
pada pertimbangan hakim, sehingga apabila oleh hakim dinyatakan bahwa
penghinaan tersebut benar-benar untuk membela kepentingan umum atau membela
diri maka pelaku tidak dihukum. Tetapi bila oleh hakim penghinaan tersebut
bukan untuk kepentingan umum atau membela diri, pelaku dikenakan hukuman Pasal
310 ayat (1) dan (2) KUHP, dan apabila yang dituduhkan oleh si pelaku tidak
benar adanya, maka si pelaku dihukum dengan Pasal 311 KUHP, yaitu memfitnah. [16]
[1] Mudzakir, 2004, Delik Penghinaan dalam Pemberitaan Pers
Mengenai Pejabat Publik, Dictum 3,
hlm 17.
[2] Wiryono Prodjodikoro,
op. cit. hlm. 98.
[3] Mudzakir, op. cit. hlm. 18.
[4] Ibid.
[5] Oemar Seno Adji,
1990, Perkembangan Delik Pers di
Indonesia, Jakarta: Erlangga, hlm. 36.
[6] Ibid.
[7] Ibid,, hlm. 37-38.
[8] Leden Marpaung, 1997,
Tindak Pidana Terhadap Kehormatan,
Pengertian dan Penerapannya, Jakarta: PT Grafindo Persada, hlm. 11.
[9] Ibid., hlm. 17.
[10] Ibid., hlm. 31.
[11] Wirjono Prodjodikoro,
op. cit. hlm. 101.
[12] Leden Marpaung, op. cit., hlm. 41.
[13] H. A. K. Moh Anwar,
1994, Hukum Pidana Bagian Khusus (KUHP
Buku II) Jilid 1, Bandung: Citra Aditya Bakti, hlm. 145.
[14] R. Soesilo, 1990, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Serta
Komentarnya Pasal Demi Pasal, Bogor: Politeia, hlm. 225.
[15]
Ibid,,
hlm. 226.
[16] Ibid.
Daftar Pustaka
Buku
Literatur
Adji, Oemar
Seno. 1990. Perkembangan Delik Pers di
Indonesia. Jakarta: Erlangga;
-----------.
1997. Mass Media dan Hukum, cet.2.
Jakarta: Erlangga;
Ali, Chaidir. 1991.
Badan Hukum, Cet 2. Bandung: Alumni;
Ali, Mahrus.
2011. Dasar-Dasar Hukum Pidana.
Jakarta: Sinar Grafika;
Anwar. H. A. K.
Moh. 1994. Hukum Pidana Bagian Khusus
(KUHP Buku II) Jilid 1. Bandung: Citra Aditya Bakti;
Arief, Barda
Nawawi. 1990. Perbandingan Hukm Pidana.
Jakarta: Rajawali Pers;
Chazawi, Adami.
2007. Pelajaran Hukum Pidana Bag. 2. Penafsiran
Hukum Pidana, Dasar Peniadaan Pidana, Pemberatan dan Peringanan, Kejahatan
Aduan, Perbarengan dan Ajaran Kausalitas. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada;
Halim et.al,
2009. Menggugat Pasal-Pasal Pencemaran
Nama Baik. Jakarta: LBH Pers;
Harahap, M.
Yahya. 1985. Pembahasan Permasalahan dan
Penerapan KUHAP, Penyidikan dan Penuntutan. Jakarta: Sinar Grafika;
Ibrahim, Johnny.
2006. Teori dan Metodologi Penelitian
Hukum Normatif. Malang: Bayumedia Publishing;
Junaedhie,
Kurniawan. 1991. Ensiklopedia Pers
Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama;
Kansil, C.S.T.
1992. Pengantar Ilmu Hukum, Jilid 1.
Jakarta: Balai Pustaka;
Kansil, C.S.T.
dan Christine S.T. Kansil. 2004. Pokok-pokok
Hukum Pidana. Jakarta: Pradnya Paramita;
Lamintang,
P.A.F. dan Theo Lamintang. 2010. Pembahasan
KUHAP Menurut Ilmu Pengetahuan Hukum Pidana dan Yurisprudensi. Jakarta:
Sinar Grafika
Lamintang,
P.A.F. 1990. Dasar-Dasar Hukum Pidana
Indonesia, Cet. 2. Bandung: Sinar Baru;
Marpaung, Leden.
1997. Tindak Pidana Terhadap Kehormatan,
Pengertian dan Penerapannya. Jakarta: PT Grafindo Persada;
-------------,
Leden. 2010. Proses Penanganan Perkara
Pidana, Buku 2. Jakarta: Sinar Grafika;
Mudzakir. 2004. Delik Penghinaan dalam Pemberitaan Pers
Mengenai Pejabat Publik, Dictum 3;
Muis, A. 1996. Kontroversi Sekitar Kebebasan Pers: Bunga Rampai Masalah Komunikasi,
Jurnalistik, Etika dan Hukum Pers. Jakarta: PT. Mario Grafika;
Prodjodikoro,
Wiryono. 2003. Tindak-tindak Pidana
Tertentu Di Indonesia, Bandung: PT. Refika Aditama;
Samidjo. 1985. Pengantar Hukum Indonesia. Bandung:
Armico;
Setiyono, H.
2001. Kejahatan Korporasi Analisis
Viktimologi dan Pertanggungjawaban Korporasi dalam Hukum Pidana Indonesia, Malang:
Bayumedia Publishing;
Soedarto. 1975. Hukum Pidana I A dan I B. Purwokerto: Fakultas Hukum
Universitas Jenderal Soedirman;
-----------.1990. Hukum Pidana I A dan I B. Purwokerto: Fakultas
Hukum Universitas Jenderal Soedirman;
Soekanto,
Soerjono. 1981. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press;
Soekanto,
Soerjono dan Sri Mamudji. 2011. Penelitian
Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat. Jakarta: Raja Grafindo Persada;
Soesilo, R.
1994. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana,
Serta Komentarnya Pasal Demi Pasal. Bogor: Politeia;
Soemitro, Ronny
Hanitijo. 1988. Metodologi Penelitian
Hukum dan Jurimetri. Jakarta: Ghalia Indonesia;
Sugandhi, R.
2001. KUHP dan Penjelasannya.
Surabaya: Usaha Nasional;
Syahdeini, Remy.
2006. Pertanggungjawaban Pidana Korporasi.
Jakarta: Grafitipers;
Wahidin, Samsul.
2006. Hukum Pers. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar;
Wiryawan, Hari.
2007. Dasar-dasar Hukum Media.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar;
Gan Saya mau tanya jika ada yg telah memfitnah kita, kita melaporkannya kemana ya??
ReplyDeletefitnah masuk delik aduan..pengaduan langsung ke polsek gan...
ReplyDeleteMaaf gan nanya lg, jd ane punya kasus kayak gini : salah seorang tetangga ane memfitnah bahwa istri ane tuh istri muda dan ane punya istri tua katanya dan dia udah menyebarkannya ke tetangga lainnya. karna hal tersebut sdh jelas sempet terjadi adu mulut sama istri karna dia sempet percaya dengan omongan orang tersebut. dan ane bisa buktikan klo istri ane cuma 1 gan
ReplyDeletePertanyaan ane :
1. klo kita lapor ke polsek apa dikenakan biaya ?
2. dibutuhkan saksi gak untuk kasus seperti ini ?
3. dan klo ternyata dia ngakunya cuma bercanda gimana ?
4. hal apa saja yg baiknya saya lakukan.
terima kasih
ane coba bantu jawab gan..kasus agan diatur dalam pasal 310 ayat 1 dan 311 ayat 1 KUHP seperti artikel diatas..
ReplyDelete1.kalo lapor seharusnya tidak dipungut biaya..tapi seperti kata pepatah..'kehilangan ayam lapor polisi malah akhirnya tambah kehilangan kambing'..artinya sebisa mungkin jangan berurusan dengan polisi dan pengadilan...
2. tentu..misal tetangga agan yang mendengar..
3. asalkan agan merasa nama baiknya tercemar dan kehormatannya terhina..itu sudah masuk pasal 310 dan 311 KUHP..
4. selesaikan secara damai dengan musyawarah aja gan..hehe..