Pemilihan Umum Presiden (Pilpres) 2014 ini mungkin merupakan pemilu paling dramatis yang pernah ada, karena hanya ada dua calon yang masing-masing memiliki basis pendukung yang sama-sama fanatik. Calon No. 1 Prabowo Subianto berpasangan dengan Hatta Rajasa sedangkan calon No. 2 Joko Widodo berpasangan dengan Jusuf Kalla. Berdasarkan pengumuman resmi KPU Jokowi dinyatakan memenangkan pilpres tahun ini.
Namun faktanya banyak hal atau kejadian hukum menarik dalam pemilu kali ini bahkan sampai detik ini. Dari penolakan DPRD, Battle of Lawyers, hingga gugatan di MK mewarnai pilpres kali ini. Hebohnya peristiwa-peristiwa hukum dan orang-orang terkait Drama Pilpres 2014 memang asyik untuk disimak. Karena itu admin akan memaparkan Drama Pilpres 2014 terkait dengan hukum di postingan kali ini.
1. Posita dan Petitum dalam Permohonan Prabowo-Hatta
Anda semua pasti sudah tahu kalau sekarang sedang ada sengketa hasil pemilihan presiden di Mahkamah Konstitusi. Nah, beberapa saat yang lalu, Hukumonline.com menurunkan berita mengenai tidak sinkronnya posita dan petitum dalam permohonan yang diajukan oleh pasangan Prabowo-Hatta.
Dalam berita tersebut, sembilan hakim konstitusi mengkritik sejumlah materi permohonan Prabowo-Hatta terutama menyangkut adanya ketidaksinkronan antara posita (uraian permohonan) dan petitum (tuntutan permohonan).
Lalu, sebenarnya apa sih yang disebut dengan posita dan petitum itu?
Posita yang disebut juga dengan Fundamentum Petendi yaitu bagian yang berisi dalil yang menggambarkan adanya hubungan yang menjadi dasar atau uraian dari suatu tuntutan. Dengan kata lain, bagian ini berisi uraian tentang kejadian perkara atau duduk persoalan suatu kasus. Menurut M. Yahya Harahap di dalam buku Hukum Acara Perdata (hal. 58), Posita/Fundamentum Petendi yang yang dianggap lengkap memenuhi syarat, memenuhi dua unsur yaitu dasar hukum (rechtelijke grond) dan dasar fakta (feitelijke grond).
Untuk unsur Dasar Hukum (Rechtelijke Grond), posita harus memuat penegasan atau penjelasan mengenai hubungan hukum antara:
- penggugat dengan materi dan atau objek yang disengketakan, dan
- antara penggugat degan tergugat berkaitan dengan materi atau objek sengketa
Lebih jauh, untuk unsur Dasar fakta (Feitelijke Grond), posita harus memuat:
- Fakta atau peristiwa yang berkaitan langsung dengan atau di sekitar hubungan hukum yang terjadi antara penggugat dengan materi atau objek perkara maupun dengan pihak tergugat; atau
- Penjelasan fakta-fakta yang langsung berkaitan dengan dasar hukum atau hubungan hukum yang didalilkan penggugat
Sedangkan, petitum adalah bagian yang isinya menguraikan hal-hal yang dimintakan oleh penggugat kepada hakim untuk dikabulkan. Supaya gugatan sah, dalam arti tidak mengandung cacat formil, harus mencantumkan petitum gugatan yang berisi pokok tuntutan penggugat, berupa deskripsi yang jelas menyebut satu per satu dalam akhir gugatan tentang hal-hal apa saja yang menjadi pokok tuntutan penggugat yang harus dinyatakan dan dibebankan kepada tergugat.
2. Hakim-Hakim Penentu Pilpres 2014
Membahas drama pilpres rasanya tidak lengkap tanpa membahas hakim-hakim konstitusi yang akan mengadili perkara yang menyita perhatian tidak hanya menyita masyarakat se-Indonesia, tetapi juga masyarakat dunia? Mau tahu siapa saja hakim-hakim tersebut? Berikut 9 Hakim MK:
1. Hamdan Zoelva
Hamdan diangkat sebagai hakim konstitusi pada Januari 2010 lalu. Pada Agustus 2013, ia terpilih menjadi Ketua MK menggantikan M Akil Mochtar yang ditangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sebelum berkarier sebagai hakim, Hamdan malang melintang di dunia pengacara. Hamdan juga tercatat pernah mendirikan sebuah law firm bersama Eggi Sudjana dengan nama Hamdan, Sudjana, Januardi and Partners.
2. Prof. Arief Hidayat
Arief Hidayat dilantik sebagai hakim konstitusi oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada April 2013 untuk menggantikan Mahfud MD yang habis masa tugasnya. Hanya berselang tujuh bulan, Arief langsung dipercaya oleh hakim-hakim konstitusi yang lain untuk menjabat Wakil Ketua MK untuk periode 2013-2016. Sebelum menjabat sebagai hakim konstitusi, karier Arief menghabiskan hampir separuh hidupnya dengan mengajar di Fakultas Hukum Universitas Diponegoro (FH Undip).
3. Prof. Maria Farida Indrati
Maria Farida merupakan satu-satunya hakim konstitusi perempuan sepanjang sejarah MK. Ia merupakan Guru Besar ilmu perundang-undangan dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI). Maria pertama kali diangkat sebagai hakim konstitusi pada 2008 berdasarkan usulan presiden. Kini, Maria sedang menjalankan masa jabatannya untuk periode kedua.
4. Muhammad Alim
Pria asal Sulawesi Selatan ini mulai belajar ilmu hukum (hukum internasional) di Universitas Hasanuddin pada 1974. Ia memperoleh gelar magister dan doktor hukum di bidang Hukum Tata Negara dari Universitas Islam Indonesia. Ia memuai kariernya sebagai CPNS di Pengadilan Tinggi Ujung Pandang pada 1975 dan kemudian diangkat sebagai hakim Pengadilan Negeri Sinjai. Setelah itu, ia berpetualang ke sejumlah daerah dengan menjadi hakim di PN Poso, PN Serui, PN Wamena, PN Surabaya, Pengadilan Tinggi Jambi, PT DKI Jakarta, hingga Ketua PT Sulawesi Tenggara sebelum akhirnya diangkat sebagai hakim konstitusi.
5. Ahmad Fadlil Sumadi
Fadilil cukup malang melintang sebagai hakim karier di sejumlah peradilan agama di MA. Ia menggondol gelar Sarjana Syariah dan Sarjana Hukum sekaligus dari IAN Semarang dan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Ia memperoleh gelar S-2 ilmu hukum dari Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta dan S-3 hukum tata negara dari Universitas Diponegoro.
6. Anwar Usman
Anwar merupakan hakim konstitusi yang diusulkan oleh MA. Anwar yang diangkat sebagai hakim konstitusi pada 2011 lalu ini awalnya berprofesi sebagai guru. Pria asal Bima, Nusa Tenggara Barat ini, menamatkan pendidikannya di Sekolah Pendidikan Guru Agama Negeri (PGAN). Pasca lulus, Anwar merantau ke Jakarta untuk bekerja sebagai guru honorer pada SD Kalibaru. Selama menjadi guru, Anwar melanjutkan pendidikannya ke jenjang S-1 dengan memilih kuliah di Fakultas Hukum Universitas Islam Jakarta hingga lulus pada 1984.
7. Patrialis Akbar
Patrialis Akbar mungkin merupakan sosok yang paling kontroversial di kalangan hakim konstitusi periode ini. Betapa tidak, sejumlah aktivis LSM ramai-ramai menggugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta begitu tahu Patrialis diangkat oleh Presiden SBY sebagai hakim konstitusi pada 2013. Patrialis meraih gelar sarjana hukum dari FH Universitas Muhammadiyah Jakarta. Kemudian, berturut-turut, ia meraih gelar S-2 hukum dari Universitas Gajah Mada dan Doktor hukum dari Universitas Padjajaran Bandung.
8. Wahidudin Adams
Ia merupakan hakim konstitusi pilihan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada Maret 2014 lalu. Terakhir, Wahidudin menjabat sebagai Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan pada 2014. Tak berhenti di situ, Wahidudin yang pernah kursus ke Leiden Belanda ini juga akhirnya meraih gelar S-1 di bidang hukum dari Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Jakarta pada 2005.
9. Aswanto
Bersama Wahidudin, Aswanto juga merupakan hakim konstitusi yang paling belakangan masuk ke MK. Aswanto yang terakhir menjabat Dekan FH Unhas (2010-2014) meraih gelar S-1 dari FH Unhas pada 1986. Ia lalu melanjutkan pendidikan ke Yogyakarta dan Surabaya, hingga memperoleh gelar S-2 dan S-3 dari UGM dan Universitas Airlangga.
3. Advokat Berharap Terobosan MK dalam Sengketa Pilpres
Sidang perkara perselisihan hasil pemilihan umum presiden dan wakil presiden (“PHPU”) sedang berlangsung. Tak disangka ada banyak pihak yang ingin turut ambil bagian dalam perkara ini. Salah satunya adalah sejumlah advokat yang tergabung dalam Koalisi Advokat untuk Demokrasi (“KAUD”).
KAUD secara resmi mengajukan diri sebagai Pihak Terkait dalam perkara PHPU. Langkah KAUD ini merupakan bentuk dukungan dan pembelaan terhadap Joko Widodo-Jusuf Kalla yang telah ditetapkan sebagai pemenang Pilpres 2014.
Salah seorang perwakilan KAUD, Todung Mulya Lubis, mengatakan pihaknya memiliki kepentingan konstitusional atas PHPU yang diajukan kubu Prabowo Subianto-Hatta Rajasa, karena para advokat KAUD telah menggunakan hak pilihnya dalam Pilpres 2014.
Todung menyadari bahwa Peraturan MK No. 4 Tahun 2014 tidak mengatur tentang Pihak Terkait selain pasangan capres dan cawapres. Namun, dia berharap sembilan hakim konstitusi berani melakukan terobosan seperti yang sebelumnya pernah dilakukan MK. Todung menegaskan hak konstitusional warga negara tidak boleh dikurangi sedikitpun.
Mau tahu cerita selengkapnya serta pro kontra atas sikap KAUD ini? Baca Ingin Jadi Pihak Terkait, KAUD Berharap Terobosan MK
4. Pengganti Gubernur Yang Terpilih Menjadi Presiden
Setelah membahas drama terkait hasil pilpres, ada baiknya kalau kita mundur kebelakang terkait dengan jabatan jabatan gubernur yang akan ditinggalkan Jokowi jika Jokowi dilantik sebagai presiden.
Jika Jokowi menjadi Presiden maka Ahok sebagai wakilnya akan menduduki posisi gubernur ni gan. Nah mungkin agan dan aganwati bertanya-tanya, apa si dasar hukum gubernur yang dipilih oleh rakyat dalam pemilu, bisa digantikan oleh wakilnya?
Pada dasarnya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahaan Daerah (“UU Pemda”) sebagaimana telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Perpu Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menjadi Undang-Undang dan terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (“UU 12/2008”) telah mengatur mengenai pengunduran diri kepala daerah. Salah satu contohnya adalah saat kepala daerah yang bersangkutan ingin mencalonkan diri lagi menjadi kepala daerah di daerah lain, syaratnya ialah ia wajib mengundurkan dirinya sebagai kepala daerah yang ia jabat saat itu.
Pengaturan mengenai kewajiban kepala daerah untuk mengundurkan diri dari jabatannya jika ingin mencalonkan diri menjadi kepala daerah di daerah lain ini disebut dalam Pasal 58 huruf q UU 12/2008.
Berdasarkan penjelasan pasal ini, pengunduran diri gubernur itu dibuktikan dengan menyerahkan surat pernyataan pengunduran diri yang tidak dapat ditarik kembali disertai dengan surat persetujuan Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden, sedangkan keputusan Presiden tentang pemberhentian yang bersangkutan sebagai kepala daerah/wakil kepala daerah disampaikan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) provinsi selambat-lambatnya pada saat ditetapkan sebagai calon gubernur dan wakil gubernur.
Selain itu, secara umum, kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah itu berhenti karena beberapa hal berikut ini [Pasal 29 ayat (1) UU Pemda]:
a. meninggal dunia;
b. permintaan sendiri; atau
c. diberhentikan
a. meninggal dunia;
b. permintaan sendiri; atau
c. diberhentikan
Mengacu pada pasal di atas, dalam hal gubernur sebagai kepala daerah berhenti atau mengundurkan diri karena permintaan sendiri. Maka mekanisme pemberhentian gubernur dari jabatannya dalam hal karena permintaan sendiri yaitu diberitahukan oleh pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) untuk diputuskan dalam rapat paripurna dan diusulkan oleh pimpinan DPRD (lihat Pasal 29 ayat (3) UU Pemda).
Sehubungan dengan penggantian jabatan kepala daerah oleh wakil kepala daerah, kita mengacu pada Pasal 26 ayat (3) UU 12/2008 yang mengatakan bahwa wakil kepala daerah menggantikan kepala daerah sampai habis masa jabatannya apabila kepala daerah meninggal dunia, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya selama 6 (enam) bulan secara terus menerus dalam masa jabatannya.
Ini artinya, jika gubernur berhenti (karena alasan mengundurkan diri atas permintaannya sendiri), maka wakil gubernurlah yang menggantikan gubernur sampai habis masa jabatannya.
5. DPRD Menolak Pengunduran Diri Jokowi
Isu soal ini segera muncul beberapa saat setelah KPU menetapkan pasangan Jokowi-JK sbg pemenang Pilpres 2014. Ada yg khawatir bahwa langkah Jokowi utk jadi presiden bakal terganjal oleh penolakan DPRD DKI Jakarta. Maklum gan, klo akhirnya nanti Jokowi benar2 jadi presiden, dia harus mundur dulu dong dari jabatan Gubernur Jakarta saat ini.
Isu soal ini segera muncul beberapa saat setelah KPU menetapkan pasangan Jokowi-JK sbg pemenang Pilpres 2014. Ada yg khawatir bahwa langkah Jokowi utk jadi presiden bakal terganjal oleh penolakan DPRD DKI Jakarta. Maklum gan, klo akhirnya nanti Jokowi benar2 jadi presiden, dia harus mundur dulu dong dari jabatan Gubernur Jakarta saat ini.
Benarkah, DPRD bisa menolak ketika Jokowi ngajuin pengunduran diri dari kursi Jakarta 1?
Klo berdasarkan penelusuran hukumonline sih sejauh ini nggak ada satu pun ketentuan yg memberikan kewenangan / hak kpd DPRD utk menolak pengunduran diri seorang kepala daerah. Justru peraturan perundang2an memberikan hak kpd kepala daerah utk mengundurkan diri dari jabatannya.
Selengkapnya: http://www.kaskus.co.id/thread/53e875e6d44f9f8b5c8b4568/?ref=homelanding&med=hot_thread
Sekian update informasi kali ini semoga bermanfaat untuk anda semua. Mungkin ada yang mau melengkapi?
Moga saja Pilpres 2014 berakhir dengan bahagia alias happy ending. Pemenang bisa mengemban amanah dan phak yang kalah di MK bisa legowo. :)
Moga saja Pilpres 2014 berakhir dengan bahagia alias happy ending. Pemenang bisa mengemban amanah dan phak yang kalah di MK bisa legowo. :)
0 comments:
Post a Comment